Polisi yang Berliku-Liku
Suparta kelahiran 1985
memilih profesi polisi memiliki alasan yang paling utama adalah membutuhkan
pekerjaan. Selain itu, menurut Suparta, dengan menjadi polisi dia bisa
mengabdi, mengayomi, melayani, dan melindungi masyarakat. Terinspirasi dari
kecil untuk menjadi polisi sama sekali tidak ada dibenaknya, melainkan
terinspirasi dari keluarga yang menjadi polisi.
Perjalanan Suparta sangat
berliku-liku sebelum akhirnya bisa menjadi polisi dan saat sudah menjadi polisi.
Pada saat pertama mendaftar sudah ada informasi bahwa penerimaan Polisi di Bali
hanya 100 orang sedangkan yang mendaftar sampai 1.500 orang. Pada saat itu, ada
kebijakan dari Kapolda Bali IRJEN POL Mangku Pastika, bahwa penerimaan polisi
akan diberikan kuota lebih banyak asalkan mau ditempatkan di luar polda Bali. Akhirnya
kuota penerimaan yang awalnya 100 menjadi 500 padahal yang dibutuhkan hanya 100
sehingga konsekuensinya sisa dari 100 itu harus ditempatkan di luar Polda Bali.
Suparta mendapatkan tugas diluar Bali, lebih tepatnya di kota Palu provinsi Sulawesi
Tengah Indonesia.
“Rasa kecewa saat tahu
bahwa saya ditugaskan diluar Bali sama sekali tidak ada karena itu sudah
ketentuan dan tugas saya hanya saja yang paling berat bagi saya adalah berpisah
dengan orang tua. Yang ada dalam benak saya, saya tugas keluar Bali tidak
sendiri, kenapa saya harus takut dan kecewa sedangkan yang lain tidak” ujar
Suparta yang berasal dari desa Gerokgak, kecamatan Gerokgak, Buleleng Bali.
Ada banyak pengalaman yang
didapat saat Suparta bertugas di Palu. “Bagi saya Palu itu masyarakatnya sangat
unik, saya pernah melaksanakan tugas sebagai pengawal pribadi calon Bupati, saya
mendapat banyak tantangan karena harus mengamankan dan memberikan rasa aman
terhadap calon kandidat itu” kata Suparta. Selama 11 tahun bertugas di Palu,
Suparta selalu mendapat bagian intel (mengemban fungsi teknis intelkan).
“Pertamanya saya bertugas di Polda Sulteng kemudian pindah ke Polres Donggala
disana saya bertugas sampai delapan tahun, kemudian ada pembentukan kabupaten
baru akhirnya ada Polres baru dan saya dipindahkan kesana di Polres Sigi selama
satu tahun lebih dan masih tetap juga dibagian intel” ujarnya lagi. Selama
Suparta bertugas, yang paling memberatkan hati saat harus meninggalkan anak
istrinya dirumah karena mendapat tugas berjaga selama tiga hari dan tentunya
tidak pulang-pulang.
Karena sudah lama tugas
di Palu, pasti ada keinginan Suparta untuk pindah ke Bali karena melihat
situasi yang tidak menentu orang tua pasti merasa khawatir. “Waktu itu saya
berusaha untuk mutasi, dari tahun 2012 dengan dibantu orang tua saya mengurus
semuanya dan menunggu selama tiga tahun akhirnya tahun 2015 saya merasa senang
karena bisa pindah ke Bali berkumpul lagi dengan keluarga walaupun dengan
proses yang cukup susah” kata Suparta.
Bersama dengan 34 orang pindahan dari Polda luar Bali
dikumpulkan di SDM Polda untuk nanti ditempatkan di Polres-Polres. Suparta
meminta ditugaskan di Buleleng dengan dua pilihan di Polres Buleleng dan di SPN
Singaraja. Syukurnya mendapat di Singaraja dan Suparta bertugas di SPN
Singaraja karena di SPN kekurangan anggota. Yang awalnya menjadi intel,
tentunya Suparta kembali lagi belajar karena di SPN Suparta sebagai pendidik
dengan tugas mendidik dan melatih siswa Bintara Polri yang sudah diterima
melalui seleksi. Siswa yang baru lulus dari sekolahnya, biasanya nakalnya masih
terbawa sampai di SPN. Hal itu menjadi tugas berat dan tantangan bagi polisi
karena mendidik dari anak SMA agar bisa merubah sikap dan perilakunya menjadi
seorang bhayangkara atau seorang polisi.
Hahahaha mantap...
BalasHapusWwkwk thanks bli de atas waktu wawancaranya :)
Hapus